SURABAYA (Chenghoo.co)-Tradisi Idul Fitri yang berkembang di Indonesia dengan nuansa khas halal bihalalnya memiliki sejumlah kesamaan dengan perayaan Imlek yang menjadi tradisi warga Tionghoa. Hal ini disampaikan oleh Novi Basuki, Penulis Buku “Islam di China: Dulu dan Kini” dalam acara halal bihalal dan Ulang Tahun Perhimpunan INTI (Indonesia Tionghoa) Jatim, di Omah Gede Tambak Bayan Surabaya, Rabu (16/4/2025).
Dijelaskan Novi Basuki, di antara spirit penting yang bisa diteladani dalam perayaan Idul Fitri maupun Imlek, yaitu spirit untuk tidak lupa kepada akar. Spirit ini di antaranya bisa terlihat pada kuatnya penghormatan warga Tionghoa kepada leluhur.
“Di Tambak Bayan telah terjadi proses pembauran yang luar biasa tanpa paksaan, yaitu dengan adanya kawin campur dengan warga lokal. Dan tidak sedikit juga yang memeluk agama Islam. Namun menariknya, meski beragama Islam, tidak lantas membuat mereka melupakan akarnya, berupa menjunjung tinggi penghormatan kepada leluhur,” katanya.
Ditambahkan pria yang menyelesaikan studi kesarjanaanya di negeri Tiongkok tersebut, ia selalu terkesan dengan kebudayaan Tionghoa yang menghormati leluhur. Menurutnya, penghormatan kepada leluhur yang luar biasa tersebut menjadi tiang penyangga kenapa hingga saat ini bangsa Tionghoa terus eksis.
“Menurut saya, misalnya, kalau mereka sudah melupakan akar, atau tidak lagi menghormati leluhur, maka pelan-pelan bangsa Tionghoa akan terkikis oleh zaman. Namun karena kuatnya penghormatan mereka atas leluhur inilah yang menyebabkan bangsa Tionghoa bisa eksis hingga hari ini,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut juga diadakan potong tumpeng untuk anniversary Perhimpunan INTI yang kini telah memasuki periode yang ke-26. Potong tumpeng dipimpin oleh Stefanus Budy Wijaya Subali, Ketua Perhimpunan INTI. Selain menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dan mendukung acara, Stefanus juga menyampaikan selamat hari raya Idul Fitri 1446 H /2025.
‘Melalui acara ini, Perhimpunan INTI mencoba memperkenalkan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang memiliki budaya yang besar dan kaya. Dimana proses akulturasinya bukan asimilasi yang melebur dan menghilangkan elemen-elemenya. Tetapi menjadi kesatuan yang integratif,” katanya.
Acara ini dihadiri oleh hampir semua para pendiri Perhimpunan INTI Jatim maupun para pengurusnya. Juga dihadiri oleh berbagai elemen lain di Jatim, termasuk hadir dari Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Indonesia (YHMCHI), yaitu Ustadz Hasan Basri (Ketua Pelaksana Harian YHMCHI) yang juga membuka acara dengan doa, kemudian Oei Tjing Yen (Sekretaris YHMCHI). Tamam Malaka.