Surabaya (chenghoo.co) – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur meminta pihak kepolisian untuk mengambil tindakan serius terkait situasi yang terjadi di SMK Prapanca 2 Surabaya. Masalah ini muncul karena gedung sekolah dikuasai oleh Soewandi, mantan kepala sekolah, yang mengakibatkan siswa tidak dapat menggunakan fasilitas sekolah.
Sayangnya, sejak isu ini mencuat pada Januari 2023, belum ada kemajuan yang signifikan dalam menyelesaikan kasus ini. Akibatnya, siswa menjadi korban dalam situasi ini, harus mencari tempat lain seperti SMK Prapanca 1 dan Kampus Stikosa-AWS untuk melanjutkan proses belajar.
“Laporan tentang semua insiden penyerobotan gedung pendidikan yang mengakibatkan ketidakmampuan siswa mengakses gedung mereka sendiri telah kami sampaikan kepada Polrestabes Surabaya,” ujar Lutfil Hakim, Ketua PWI Jawa Timur, Jumat (18/8/2023).
Lutfil mengungkapkan bahwa kasus ini bermula pada 17 Maret 2021, ketika Soewandi menolak untuk mundur dari posisinya meskipun usianya sudah lebih dari 60 tahun. Hal ini melanggar amanat Pasal 19 (1a) Peraturan Menteri Pendidikan No. 6 tahun 2018, yang menetapkan bahwa batas usia maksimal untuk seorang kepala sekolah adalah 60 tahun.
Kemudian, PWI Jawa Timur mengeluarkan Keputusan Pemberhentian bagi Soewandi melalui Keputusan No. 02/YPW-JT/Kep/III/2021, tanggal 17 Maret 2021. Pada 19 Maret 2021, PWI Jawa Timur mengangkat Kepala SMK Prapanca 2 yang baru, yaitu Gugus Legowo.
Pengangkatan ini tertulis dalam Keputusan No. 05/YPW-JT/KEP/III/2021, dan Keputusan pembaharuan untuk penunjukan Gugus Legowo, S.Pd, MM sebagai Kepala SMK Prapanca 2, tertanggal 17 Januari 2022, berdasarkan Keputusan No. 14/YPW-JT/KEP/I/2022.
“Kepala sekolah lama menolak untuk mundur, dengan alasan yang tidak sesuai dengan peraturan. Soewandi menolak secara sepihak terhadap pemberhentiannya. Dia tidak bersedia meninggalkan SMK Prapanca 2 Surabaya,” terang Lutfil.
Namun, masalah ini tidak berakhir di situ. Soewandi kemudian mendirikan yayasan baru bernama “Yayasan Noerali Cahaya Hati” pada 9 Agustus 2022. Yayasan ini digunakan untuk mengambil alih pengelolaan SMK Prapanca 2 Surabaya dan secara ilegal menguasai gedung sekolah.
Secara ilegal, beberapa hari kemudian, Soewandi juga menunjuk seorang Kepala SMK Prapanca 2 Surabaya baru, meskipun orang tersebut tidak memiliki siswa dan tidak terdaftar dalam sistem Dapodik Kementerian Pendidikan. Kepala sekolah ini bernama Nanik.
“Sejak Mei 2023, sekolah ini tidak memiliki siswa lagi, karena mereka telah pindah ke SMK Prapanca 2 yang diakui oleh pemerintah dan dipimpin oleh Kepala Sekolah Gugus Legowo,” terang Lutfil.
Upaya penyelesaian masalah secara kekeluargaan telah dilakukan, tetapi tidak berhasil. Akibatnya, PWI Jawa Timur melaporkan tindakan Soewandi kepada pihak kepolisian.
Soewandi dilaporkan dalam empat kasus berbeda. Pertama, terkait pemberian ijazah tanpa wewenang kepada lulusan. Kedua, dugaan penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Ketiga, okupasi tanah orang lain tanpa izin dan penggelapan aset serta dana SMK Prapanca 2. Terakhir, penyelenggaraan SMK Prapanca 2 Surabaya tanpa izin pemerintah.
Namun, sayangnya, hingga saat ini semua laporan tersebut masih belum terselesaikan. Meskipun PWI Jawa Timur sudah beberapa kali dipanggil oleh Polrestabes Surabaya dan telah berkomunikasi dengan pihak berwenang dalam upaya mencari solusi.
Lutfil mengungkapkan bahwa secara umum, pihak berwenang yang terkait mengkonfirmasi bahwa SMK Prapanca 2 Surabaya secara resmi berada di bawah naungan PWI Jawa Timur, dengan Kepala Sekolah Gugus Legowo, yang terdaftar secara resmi dalam sistem Dapodik Kementerian Pendidikan.
Namun demikian, hingga saat ini tim mereka belum dapat masuk ke gedung sekolah, karena pagar sekolah telah dikunci oleh Soewandi. “Kami berharap agar pihak kepolisian segera menyelesaikan masalah ini, karena saat ini para siswa kami dibiarkan terlantar. Jika masalah ini dibiarkan berlanjut, hal ini akan berdampak secara psikologis pada siswa dan masa depan pendidikan serta generasi mendatang,” tegas Lutfil. (*)